Kamis, 24 Oktober 2019

PARKIR LUAR


Setiap Jum'at lahan parkir sekolah terlihat sepi, padahal di hari lain selalu penuh, tidak ada tempat kosong yang tersisa. Setiap Jum'at meskipun harus bayar, sebagian peserta didik lebih suka memarkir motornya di halaman rumah warga yang berjarak sekitar 300 meter dari sekolah.

Parkir di luar sekolah sebenarnya bukan masalah besar karena juga terjadi di sekolah lain. Ada yang membolehkan peserta didiknya parkir di luar karena terbatasnya lahan, ada juga yang justru melarang peserta didik yang belum punya Surat Ijin Mengemudi (SIM) parkir di lingkungan sekolah. Namun kalau dilihat motif atau pesan yang tersirat di dalamnya, tentu perlu segera dicari solusi, karena yang mereka lakukan adalah wujud penolakan terhadap kebijakan sekolah, apalagi ada peserta didik perempuan yang ikut berpartisipasi di dalamnya.
"Kami menolak sholat Jum'at di masjid sekitar sekolah"
"Kami menolak ikut kegiatan keputrian di sekolah"

Sepintas terlihat aman-aman saja, namun tidak menutup kemungkinan ada di antara kita yang pernah mendapat bisikan warga sekitar sekolah terkait aktivitas parkir tersebut. Mereka beranggapan bahwa sekolah kurang peduli terhadap kegiatan ibadah anak-anak, membiarkan anak-anak yang parkir di kampung tidak melaksanakan sholat Jum'at, mengingat sangat dekatnya bel pulang sekolah dengan waktu masuk sholat Jum'at, sementara perjalanan pulang ke rumah perlu waktu yang tidak sedikit.

Sebenarnya program sekolah sangat bagus, menginginkan peserta didik putra tentunya yang muslim sholat Jum'at di masjid dekat sekolah karena sekolah belum punya tempat yang memadai untuk sholat Jum'at. Di waktu bersamaan kegiatan keputrian dilaksanakan untuk membekali peserta didik putri menyambut hari esok.
 
Kenyataan di lapangan tidak selalu sesuai harapan. Namanya juga anak-anak, ada saja alasan untuk menghindar. Tidak sreg kalau tidak mandi sebelum Jum'atan, tidak nyaman Jum'atan di masjid yang berbeda dengan  masjid di kampungnya, sekolah lain tidak ada kegiatan keputrian, atau beribu alasan lain.

Sambil menunggu renovasi masjid sekolah, paling tidak ada dua opsi yang bisa diambil untuk secepatnya mengatasi permasalahan tersebut. Pertama, hapuskan kebijakan sholat Jum'at di masjid dekat sekolah. Berikan kebebasan peserta didik untuk ibadah di tempat pilihannya. Pulangkan peserta didik selambat-lambatnya 10.45 sehingga masih ada kesempatan untuk pulang dan sholat Jum'at dekat tempat tinggalnya. Kalau khawatir tidak jum'atan, beri kewajiban mereka untuk membuat ringkasan khutbah Jum'at dibubuhi stempel takmir masjid, segera tangani yang tidak mengumpulkan ringkasan khutbah pada hari Senin minggu depannya. Kumpulkan di musholla untuk membaca al Qur'an, sholat dhuha, ataupun menyalin ayat-ayat al Qur'an. Kedua, pasang atap di tempat parkir atau di lapangan upacara yang bisa digunakan untuk sholat Jum'at dan tidak mengijinkan peserta didik untuk keluar pagar sekolah sebelum Jum'atan selesai.

Tanpa adanya solusi dalam waktu singkat, dikhawatirkan ada kecemburuan terhadap mereka yang parkir di luar sekolah, bisa juga semakin banyak peserta didik yang ikut parkir di luar. Kewibawaan sekolah yang sudah dibina bertahun-tahun bisa saja merosot di mata peserta didik ataupun masyarakat.

Bagaimana menurut anda?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIABET PADA KAKI HARUSKAH DIAMPUTASI?

                  Amputasi adalah salah satu pilihan tata laksana pada kasus kaki diabetes. Namun, keputusan untuk melakukan amputasi tidak ...