Senin, 24 Januari 2011

GONTOR PUTRI OH GONTOR PUTRI


Awalnya senang juga ketika Agustus 2009 anak aq diterima di gontor putri I Sambirejo, Mantingan , Ngawi, Jawa Timur.

Segala persyaratan daftar ulang segera kami penuhi meski harus hutang sana sini. Maklum aq cuma pegawai negeri golongan 3. Rasanya lega juga ketika anak aq udah aq antar ke pondok untuk memulai kegiatan pembelajaran.

Rasa lega aku ternyata gak berlangsung lama. Baru seminggu anak aq berada di gontor putri udah di suruh jemput karena posistip hepatitis B. Memang sih waktu daftar ulang dulu, selain bayar ini bayar itu, juga diminta tes lab hepatitis B. Aq mikirnya waktu itu sederhana juga, mungkin oleh pondok santriwati yang positip hepatitis B diberi perlakuan khusus, mungkin kegiatannya dibatasi tidak forsir di samping itu juga diberi pengobatan/terapi supaya hepatitisnya segera sembuh. Sekali lagi itu hanya perkiraan aq yang ternyata benar-benar meleset... set... set... Pihak pondok hanya menyatakan anak aq boleh kembali lagi ke pondok setelah sembuh.

Aq berharap dan mengira bahwa penyakit anak aq segera sembuh. lagi-lagi harapan dan perkiraan aq meleset lagi. Meski hampir satu tahun anak aq di rumah, melakukan pengobatan, kontrol, dan terapi secara rutin, belum juga ada tanda-tanda hepatitisnya sembuh.
Aq sebenarnya sudah berupaya ikhlas, bahwa segala sesuatu terjadi pasti atas kehendak-Nya. Namun yang namanya 'nggrundel' dan 'nggresula' muncul juga gak mau kompromi. Mestinya sejak awal Gontor Putri menyatakan bahwa siapapun yang positip hepatitis B tidak boleh mendaftar. Dengan demikian kasus yang menimpa Aq dan juga beberapa orang lain tidak sampai terjadi.

Bayangkan ... (cukup). Sebelum ke Gontor Putri, anak Aq sudah duduk dibangku SMA kelas X baru naik ke kelas XI. Begitu surat pindah Aq urus tuntas, ternyata harus istirahat di rumah sampai sembuh. Belum lagi anggaran yang harus Aq dan istri Aq keluarkan. Kalau dihitung-hitung, gak cukup 5 juta untuk wira-wiri dan bayar ini bayar itu.
Karena kondisi anak Aq yang gak sembuh-sembuh, akhirnya kami sepakat mengundurkan diri dari pondok dan menyekolahkan di sekolah umum di Malang. Ini tentu perlu biaya lagi, sementara tidak se-sen pun uang yang terlanjur masuk ke Gontor Putri kembali.
Kini semuanya udah berlalu. Anak Aq sekarang udah duduk di kelas XII bersiap menghadapi ujian nasional dan tes masuk perguruan tinggi.
Saran Aq pada siapapun yang mau mengirim putrinya ke Gontor Putri, cek lab hepatitis B dulu putri anda, kalau ternyata positip, mending cari pondok lain aja. Karena kalau tetap dipaksakan, besar kemungkinan kasus yang menimpa Aq dan putri Aq terulang pada anda.

Untuk Gontor Putri, lebih baik sejak awal para calon santri diberitahu/dihimbau, jika mereka positip hepatitis B dimohon tidak mendaftar dulu hingga hepatitis B-nya negatip. Kan kasihan bila mereka harus merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk mondok seminggu, disuruh pulang kemudian keluar....

Merdeka....

2 komentar:

  1. Berarti Gontor Diskriminasi ya, bagaimana kalau dengan orang orang possitiv HIV apakah juga tidak boleh nyantri di Gontor, waduh jaman gini masih saja ada yang mendiskriminasi ya, entar tak coba kirim email ke Gus Hamid lah dan komunitas gontor lainnya

    BalasHapus
  2. Saya rasa bukan diskriminasi, karena untuk mondok memang perlu mental dan fisik yang kuat. Yang aq sayangka, mestinya dikomunikasikan secara terbuka sejak awal, hingga calon santri/wali santri tidak mengalami nasib seperti kami.

    BalasHapus

DIABET PADA KAKI HARUSKAH DIAMPUTASI?

                  Amputasi adalah salah satu pilihan tata laksana pada kasus kaki diabetes. Namun, keputusan untuk melakukan amputasi tidak ...