Kamis, 27 Maret 2014

Karbohidrat oh Karbohidrat


 
           Lama juga aku tak berkiprah di dapur, masak. Kulihat di tangga ada tas kresek putih berisi beras yang sepertinya cukup untuk sekali masak. Di kulkas ada sekantong kentang kecil-kecil yang biasanya dipakai rumah makan Minang untuk membuat rendang, ada beberapa wartel besar, tiga batang sosis, dan bumbu racik sayur lodeh karya Indofood (gak ada maksud promosi lho).

           Di ruang tamu anak pertama sedang otak-atik laptop, sedang anak kedua lagi asyik tidur. Ini tradisi terbaru anak kedua, tidur sehabis sholat subuh, kebetulan sekolahnya masuk siang. Bagiku itu lebih bagus, daripada aku paksa bangun dan siangnya tidur di sekolah (seperti aku dulu he.. he..), kan aku juga yang akan kena marah wali kelas. Istri sudah berangkat ngantor pagi tadi, dan sempat aku antar di depan gang. 

           Sambil menanak 4 cangkir nasi, kupotong kentang berbentuk kubus-kubus kecil tanpa aku kupas dulu, kecil-kecil sih. Begitu juga sebuah wortel besar aku perlakukan dengan cara sama, semetara sosis kupotong melintang tipis-tipis. Sesuai cara memasak di bungkus bumbu racik, aku pergi ke warung sebelah. Sebungkus santan kara dan sejumput cabe berhasil kubawa pulang setelah 3.000 rupiah kubayar tunai.

            Pukul 06.50 anak pertama minta diantar ke kampus, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) Universitas Brawijaya (UB). Gerbang selatan UB memang tidak jauh, Cuma nyeberang jalan depan SMKN 2 utara rumah kami, namun posisi FIB yang dekat dengan kantor pusat , kalau diukur sesuai jalan yang dilalui, tidak akan kurang dari 900 meter dari rumah kami.

            Beruntung, mungkin karena usiaku yang hampir 50 tahun, motor GL Max 96 yang sudah terlihat jadul, atau karena hal lain, aku begitu leluasa melewati gerbang UB tanpa ribet. Penjaga gerbang tidak pernah memberi karcis parkir ataupun bertanya macam-macam jika aku lewat. Alhamdulillah. Selesai mengantar anak pertama, kulanjutkan acara masak-masak sesuai rencana semula. 

           Pukul 08.00 anak kedua minta ijin mau ke SMA 8 untuk tanding catur mewakili sekolahnya. Kebetulan SMA 8 dekat juga dengan rumah kami, cukup dengan jalan kaki beberapa menit, gak perlu nyeberang jalan raya.
“Lho, apa gak ikut UTS sesuai jadwal?” tanyaku.
“Kalau sampai siang, UTS-nya bisa di SKIP pak”, jawabnya.
“Yo wis ati-ati” jawabku. 

Oalah... kukira istilah SKIP hanya dipakai kalau kita nginstal windows atau program-program lain di komputer. Ternyata anak muda sekarang juga menggunakannya dalam bahasa sehari-hari.

Pukul 08.30 selesai juga acara masak-memasak, dan tentu saja langsung aku coba. Sepiring nasi dan beberapa sendok sayur. Nyam-nyam huenak... Masak sendiri, dicoba sendiri, dipuji sendiri he.. he.. he.. Selesai makan dan berbenah, 09.00 berangkat ke sekolah tercinta SMKN 9 Malang.

Pulang dari sekolah 13.00, anak pertama udah ada di rumah. Di dekatnya kulihat sebuah piring dengan beberapa sendok sayur yang pagi tadi aku masak.
“Nduk, sayure koq ra dientekno, gak enak tha?” tanyaku.
“Jane enak pak, tapi karbohidrat thok” jawabnya santai.

Jaman benar-benar sudah berubah. Dulu mana ada anak yang mikir kandungan makanan yang dimasak orang tuanya. Tahu, tempe, daun ketela pohon, telur, wortel, kentang, krupuk, ikan asin, pindang, lemuru, kelapa diparut, sambal terasi, sambal bawang, tewel, kacang panjang, apapun akan dimakan tanpa peduli kandungan protein, karbohidrat, kalori, lemak, serat atau zat lain.

Jaman memang sudah berubah, dan sudah sepantasnya berubah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

DIABET PADA KAKI HARUSKAH DIAMPUTASI?

                  Amputasi adalah salah satu pilihan tata laksana pada kasus kaki diabetes. Namun, keputusan untuk melakukan amputasi tidak ...